Bolehkah Beda Harga Cash dan Kredit Dalam Transaksi Jual Beli Property Syariah


Mengenai hadits, “Barangsiapa laksanakan dua jual beli didalam satu jual beli, maka baginya harga yang paling sedikit atau (kalau tidak, maka terkena) riba.” (HR Abu Daud)

Artinya adalah dua penjualan terhadap satu barang. Dan itu dapat berjalan terhadap dua kasus.
Pertama, menjual barang bersama pembayaran sampai tempo tertentu. Setelah tiba sementara pembayaran, belum juga dibayarkan, penjaja memperbaharui tempo pembayaran, bersama harga yang lebih tinggi dari yang semula. Dengan kata lain, pembayaran harga barangnya disempurnakan sebab tersedia tenggat sementara pembayaran yang baru. Berarti dia telah laksanakan dua jual beli terhadap satu barang.

Kedua, seseorang menjual barang bersama pembayaran tertentu, selanjutnya kastemer membeli barang tersebut. Lalu si kastemer berharap penundaan didalam pembayarannya sampai sementara tertentu, dan di terima penjual. Penjual selanjutnya menjual barang selanjutnya bersama transaksi lain bersama harga yang lebih tinggi bersama sistem kredit. Artinya, ia menambah harganya bersama menangguhkan tempo pembayarannya.

Kasus diatas adalah praktik dua transaksi didalam satu transaksi, maka hak bagi penjaja adalah mendapatkan harga yang lebih sedikit, yakni harga transaksi yang pertama. Kalau dia mengambil alih harga yang lebih tinggi (yaitu harga ke dua atau yang baru) maka ia terkena riba.

Lihat Juga : Kavling Syariah

*BEDA HARGA CASH DAN KREDIT, BOLEHKAH ?*
Jual beli kredit secara lazim dimengerti sebagai transaksi dimana barang di terima terhadap sementara transaksi bersama pembayaran tidak tunai atau bertempo bersama harga yang lebih mahal daripada harga tunai. Dalam perihal ini kastemer berkewajiban melunasi harganya bersama langkah angsuran didalam jangka sementara tertentu.

Ada cukup banyak varian didalam jual beli tidak tunai/kredit. Terkadang didalam skema bay’ murabahah, bay’ biddayn wa taqsith ataupun beberapa pilihan skema yang lain. Masing-masing skema jual beli kredit miliki tata keputusan yang berlainan satu bersama yang lain. Pada intinya, jual beli kredit adalah jual beli barang bersama harga ditangguhkan atau dapat disebut juga sebagai jual beli bersama langkah berhutang.

Ada beberapa kaum muslim yang mengerti bahwa harga jual beli kredit haruslah mirip harganya bersama harga jual beli tunai. Mereka berpendapat jikalau harganya tidak sama, maka itu terjatuh terhadap riba. Lantas bagaimana sesungguhnya hukum jual beli kredit yang harga angsurannya berlainan bersama harga tunai ?

Mengenai kekuatan jual beli bersama harga tidak tunai tanpa tersedia tambahan harga akibat tempo sementara yang diberikan, telah mengerti kebolehannya sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Aisyah ra. sebagai selanjutnya :

ﺍﺷﺘﺮﻯ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﻳﻬﻮﺩﻱٍّ ﻃﻌﺎﻣﺎً ﻧﺴﻴﺌﺔً ﻭﺭﻫﻨﻪ ﺩﺭﻋَﻪ . ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ
“Nabi SAW membeli makanan dari orang Yahudi sampai tenggat sementara tertentu, dan beliau menggadaikan pakaian besinya kepada orang tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)

Allah Ta’ala berfirman,
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﺗَﺪَﺍﻳَﻨْﺘُﻢْ ﺑِﺪَﻳْﻦٍ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺟَﻞٍ ﻣُﺴَﻤّﻰً ﻓَﺎﻛْﺘُﺒُﻮﻩُ .
“Hai orang-orang yang beriman, seumpama anda bermu’amalah tidak secara tunai untuk sementara yang ditentukan, hendaklah anda menuliskannya.” (QS. Al Baqarah 282)

Adapun jikalau berjalan perbedaan harga antara harga tunai bersama keseluruhan akumulasi harga angsuran, maka tersedia 2 pendapat berkenaan bersama perihal ini. Pendapat yang menurut kami terkuat adalah pendapat yang membuktikan kekuatan perbedaan harga antara harga cash dan harga angsuran.

Dalil kekuatan terdapatnya tambahan harga kredit bersama harga tunai, adalah riwayat ad-Daruquthni dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash sebagai selanjutnya :

ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺃﻣﺮﻩ ﺃﻥ ﻳﺠﻬﺰ ﺟﻴﺸﺎ ﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﻭﻟﻴﺲ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻇﻬﺮ ﻗﺎﻝ ﻓﺄﻣﺮﻩ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺒﺘﺎﻉ ﻇﻬﺮﺍ ﺇﻟﻰ ﺧﺮﻭﺝ ﺍﻟﻤﺼﺪﻕ ﻓﺎﺑﺘﺎﻉ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺍﻟﺒﻌﻴﺮ ﺑﺎﻟﺒﻌﻴﺮﻳﻦ ﻭﺑﺎﻷﺑﻌﺮﺓ ﺇﻟﻰ ﺧﺮﻭﺝ ﺍﻟﻤﺼﺪﻕ ﺑﺄﻣﺮ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻲ ﻭﺣﺴﻨﻪ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ
“Rasulullah SAW memerintahkan Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash untuk menyiapkan suatu pasukan, tetapi kami tidak miliki unta tunggangan, maka Nabi SAW memerintahkanku untuk membeli hewan tunggangan bersama pembayaran ditunda sampai berkunjung saatnya penarikan zakat. Maka ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash pun seperintah Rasulullah SAW membeli satu ekor unta bersama harga dua ekor unta dan beberapa ekor unta yang dapat dibayarkan saat telah tiba saatnya penarikan zakat.” (HR Ad Daruquthni, Ahmad, Abu Dawud, dan sanadnya dihasankan oleh Al Albani).

Syu’aib al Arnauth menilai hadits ini hasan bersama seluruh sanadnya (lihat Masyru’ al Qonun al Buyu’ karya Syaikh Ziyad Ghazal yang terjemahannya diterbitkan oleh Penerbit Al Azhar Press bersama judul Buku Pintar Bisnis Syar’ie)

Syaikh Ziyad Ghazal juga menjelaskan, Wajh ad-dalalah (muatan makna) didalam hadits selanjutnya adalah bahwa Nabi SAW telah menambah harga barang selanjutnya sebab segi tenggat waktu. Ini terlihat terhadap keberadaan hadits selanjutnya yang membuktikan tentang jual beli. Ucapan ‘Abdullah bin ‘Amru, “Nabi SAW pun memerintahkannya untuk membeli hewan tunggangan sampai (tenggat waktu) keluarnya orang yang membayar zakat.

Maka ‘Abdullah membeli satu ekor unta (kontan) bersama kompensasi dua ekor unta (kredit sementara unta zakat datang). Tampak didalam jual beli selanjutnya terdapatnya tambahan harga sebab segi tenggat waktu. Hal ini membuktikan bahwa terdapatnya kekuatan menambah harga sebab segi tenggat sementara pembayaran.

*PENDAPAT YANG MEMBOLEHKAN*
Mayoritas ulama fiqh membuktikan bolehnya menjual barang bersama harga lebih tinggi daripada umumnya bersama alasan kredit atau bersama alasan penundaan pembayaran.

Diriwayatkan dari Thawus, Hakam dan Hammad, mereka mengatakan hukumnya boleh seseorang mengatakan, “Saya menjual kepada anda segini bersama kontan, dan segini bersama kredit”, selanjutnya kastemer menentukan salah satu diantaranya. Ali bin Abi Thalib ra. berkata,
“Barangsiapa menambahkan tawaran dua sistem pembayaran, yakni kontan dan tertunda, maka tentukanlah salah satunya sebelum akan transaksi.”

Ibnu Abbas ra. berkata :
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ : ﻻ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ : ﺍﻟﺴﻠﻌﺔ ﺑﻨﻘﺪ ﺑﻜﺬﺍ ﻭﺑﻨﺴﻴﺌﺔ ﺑﻜﺬﺍ، ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻔﺘﺮﻗﺎﻥ ﺇﻻ ﻋﻦ ﺭﺿﺎ
“Seseorang boleh menjual barangnya bersama mengatakan, Barang ini harga tunainya sekian dan tidak tunainya sekian, dapat tapi tidak boleh Penjual dan Pembeli berpisah melainkan mereka telah saling ridha atas salah satu harga.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah)

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata :
Diperbolehkan bagi penjaja untuk menjual barangnya bersama dua pembayaran yang berbeda, yakni kontan atau kredit. Jika seseorang berkata terhadap temannya, “Saya menjual barang ini 50 secara kontan, 60 secara kredit.”

Lalu temannya itu berkata, “Saya beli secara kredit 60.” Atau dia berkata, “Saya beli bersama kontan 50.”, maka sahlah jual beli itu. Begitu pula jikalau dia berkata, “Saya jual barang ini 60 secara kredit, selisih 10 dari harga aslinya jikalau secara kontan, sebab pembayarannya di belakang”, dan kastemer mengatakan setuju, maka sahlah jual beli itu. (Syakhsiyah Islamiyah juz II)

Syaikh Abdul Azis bin Baz berkata :
“Jual beli kredit hukumnya boleh, bersama syarat bahwa lamanya masa angsuran dan juga kuantitas angsuran diketahui bersama mengerti sementara aqad, sekalipun jual-beli kredit umumnya lebih mahal daripada jual-beli tunai.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz)

Adapun pendapat yang mengharamkan tambahan harga atas transaksi kredit berpedoman terhadap hadits Nabi SAW selanjutnya :
ﻣﻦ ﺑَﺎﻉَ ﺑَﻴْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻓﻲ ﺑَﻴْﻌَﺔٍ ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﻭْﻛَﺴُﻬُﻤَﺎ ﺃﻭ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ . ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ
“Siapa saja yang menjual dua jual beli didalam satu penjualan, maka baginya harga yang paling sedikit atau (kalau tidak, ia terkena) riba.” (HR Tirmidzi, Abu Daud dan lain-lain)

Mereka yang mengharamkan tambahan harga dari transaksi kredit mengatakan hadits ini bersama tafsir, “Siapa saja yang tawarkan barang bersama dua harga, maka baginya harga yang lebih rendah atau riba.”. Hadits larangan Nabi tentang dua jual beli didalam satu jual beli ini mereka tafsirkan sebagai larangan tawarkan barang bersama dua harga, yang salah satunya kontan dan yang lainnya bersama harga kredit bersama harga lebih tinggi.

Mari perhatikan, jikalau kami telaah dari pendapat tersebut, maka dapat kami temukan bahwa mereka menjadikan kata “ba’a (menjual)” didalam hadits diatas sebagai majaz (kiasan) bersama makna “aradha (menawarkan)”. Sementara makna menjual bersama tawarkan adalah suatu hal yang berlainan dan qarinah (indikasi) mengalihkan makna hakiki dari kata ba’a (membeli) kepada makna kiasan aradha (menawarkan) tidak kami temukan.

Oleh sebab itu, yang lebih tepat adalah memaknai kata ba’a bersama makna harfiahnya yakni membeli, dan bukan memaknainya bersama makna kiasan aradha yakni menawarkan.
Jadi, boleh-boleh saja seseorang tawarkan barang bersama dua harga atau apalagi banyak harga, tapi dealnya (akad jual belinya) mesti disepakati satu harga saja. Yang dilarang adalah dua jual beli didalam satu jual beli sebagaimana dinyatakan didalam hadits yang lain sebagai selanjutnya :
ﻧﻬﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ ﺑﻴﻌﺘﻴﻦ ﻓﻲ ﺑﻴﻌﺔ
“Rasulullah SAW melarang dua jual beli didalam satu jual beli.” (HR Nasa’i)

Larangan didalam hadits diatas bukanlah larangan laksanakan dua penawaran barang bersama dua harga. Karena tidak tersedia qarinah (indikasi) yang menopang penakwilan yang layaknya itu.
Manthuq (redaksi) hadits selanjutnya mengerti membuktikan dua jual beli didalam satu jual beli dan dua transaksi didalam satu transaksi. Dua jual beli ini terhadap dasarnya adalah adalah dua akad didalam satu jual beli. Dengan kata lain, berjalan dua akad jual beli didalam satu akad jual beli.
Penjelasan ini cocok untuk masalah jual beli barang bersama dua harga tanpa menegaskan salah satunya. Jual beli semacam ini adalah dua akad jual beli yang hukumnya haram sebab tidak dipastikan salah satu harga jual belinya. Namun jikalau dipastikan salah satu dari ke dua harga (yang ditawarkan) tersebut, dan dipastikan sebelum akan berpisah maka praktik semacam ini sesungguhnya merupakan akad satu jual beli. Satu akad jual beli mengerti sekali berlainan bersama dua akad jual beli.

Syaikh Annabhani mengatakan didalam Syakhsiyah II bahwa yang dimaksud dua akad didalam satu akad layaknya seseorang yang mengatakan, “Saya jual rumah ini kepada Anda segini, bersama catatan saya jual kepada Anda rumah yang satunya bersama harga segini.” Atau, “dengan catatan, Anda menjual rumah Anda kepada saya.” Model layaknya ini tidak diperbolehkan, sebab ucapan, “Saya menjual rumahku kepada Anda” adalah satu transaksi, dan perkataan, “dengan syarat saya juga menjual rumah yang satunya lagi kepada Anda” adalah transaksi yang berbeda. Dan keduanya dihimpun didalam satu transaksi.

Jadi larangan itu bukan ditujukan terhadap menambahkan harga sebab ditundanya pembayaran atau laksanakan penawaran (ijabi) bersama dua sistem pembayaran dan membuktikan qabul terhadap salah satunya.

Ibnul Qayyim dan lainnya menafsirkan, sebagaimana yang belau jelaskan didalam kitab I’lamul Muwaqqiin dan Hasyi’ah ‘ala Syarah Sunan Abi Dawud, bahwa makna hadits larangan dua jual beli didalam satu jual beli adalah larangan dari berjual beli bersama langkah ‘inah.

Jual beli ‘Inah adalah seseorang menjual kepada orang lain suatu barang bersama pembayaran dihutang atau harga ditangguhkan. Kemudian sesudah barang diserahkan, segera penjaja membeli lagi barang selanjutnya bersama bersama pembayaran kontan bersama harga yang lebih murah.
Contoh jual-beli ‘inah adalah layaknya kisah yang diriwayatkan bahwa istri Zaid bin Arqam bertanya kepada ‘Aisyah ra. tentang jual beli yang dia lakukan. Dia menjual budaknya kepada Zaid seharga 800 dirham dibayar tidak tunai, selanjutnya Zaid menjual lagi budak itu kepada istrinya seharga 600 dirham tunai. Maka ‘Aisyah berkata,
“Ini suatu jual beli yang sangat buruk, beritahukan kepada Zaid bahwa jihadnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah terhapus pahalanya, jikalau ia bertaubat (dari jual beli ini). (HR Daruquthni)

*Jadi kesimpulannya, boleh-boleh saja seseorang tawarkan barang bersama dua harga atau apalagi banyak harga, tapi dealnya (akad jual belinya) mesti disepakati cuma satu harga saja.*

0 Response to "Bolehkah Beda Harga Cash dan Kredit Dalam Transaksi Jual Beli Property Syariah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel